
Dalam dunia musik dikenal dengan apa yang namanya "frontman" atau bahasa gampangnya "pentolan". Konon, kabarnya si pentolan ini lah yang menjadi motor, inspirator sekaligus "arsitek" bagi band yang dibuatnya. Tidak hanya itu, eksistensinya sangat dibutuhkan para personel lainnya. Tanpa si pentolan ini, band menjadistag, vakum atau malah mati. Apakah sampai sedemikiannya ?
Dari pengamatan penulis, tidak semuanya band tergantung dengan personel yang sering dijuluki pentolan ini. Ada beberapa band yang sejak berdirinya komitmen bahwa setiap personel adalah frontman dan tidak ada yang "dominan" didalamnya. Indikasi band seperti ini adalah, masing-masing personel memiliki peran yang sama, dan bahkan bisa saling menggantikan dalam memainkan alat musiknya. Misalkan, drumer juga bisa mencipta lagu, bernyanyi bahkan bisa memainkan alat musik lainnya. Sang Vokalis demikian, selain bisa menyanyi dia juga bisa memainkan gitar, piano, dan bahkan bass. Ketika mereka memproduksi lagu/album mereka juga tidak mencantumkan nama, siapa yang membuat lagunya, lirik dan juga arransemen. Ya, mereka hanya menuliskan nama bandnya saja.
Dari pengamatan penulis, tidak semuanya band tergantung dengan personel yang sering dijuluki pentolan ini. Ada beberapa band yang sejak berdirinya komitmen bahwa setiap personel adalah frontman dan tidak ada yang "dominan" didalamnya. Indikasi band seperti ini adalah, masing-masing personel memiliki peran yang sama, dan bahkan bisa saling menggantikan dalam memainkan alat musiknya. Misalkan, drumer juga bisa mencipta lagu, bernyanyi bahkan bisa memainkan alat musik lainnya. Sang Vokalis demikian, selain bisa menyanyi dia juga bisa memainkan gitar, piano, dan bahkan bass. Ketika mereka memproduksi lagu/album mereka juga tidak mencantumkan nama, siapa yang membuat lagunya, lirik dan juga arransemen. Ya, mereka hanya menuliskan nama bandnya saja.
Karakter band sepeti diatas ada positifnya dan juga negatifnya. Positifnya adalah mereka tidak memiliki ketergantungan ketika musik mereka mainkan. Mereka masing-masing memiliki kemampuan lebih dan bisa menggantikan temannya ketika berhalangan hadir. Tidak ada ketergantungan satu-sama lain. Bisa jadi membuat band bisa bertahan lama, apalagi ketika mereka sudah menemukan pola permainan yang menjadi ciri khas. Dengan tiga personel pun mereka tetap "asyik" main, padahal personel mereka 5 orang dan bahkan lebih. Negatifnya adalah, masing-masing personel dominan dalam menciptakan karyanya. Bahayanya, ketika satu karya lagu tidak cocok untuk dibawakan, personel yang tidak atau kurang setuju tidak sepenuh hati mengiringinya. Jika kondisi ini terjadi, siap-siaplah band ini bubar. Untuk pola band seperti ini tingkat toleransi antar personel harus "tinggi". Mereka harus siap berlapang dada dan menerima, bahwa suara mayoritas harus didukung secara penuh.
Sementara, karakter band dengan front-man juga khas. Mereka biasanya menuliskan nama personel yang mencipta lagu atau yang membuat lirik. Biasanya, "lulus" tidaknya lagu atau karya yang dibuat personel bisa ditentukan oleh frontman tadi. Meskipun kelihatannya bagus (menurut personel lain) sang frontman bisa tidak meloloskan lagunya untuk dinyanyikan. Bila hingga kondisi ini, sangat dikhawatirka kreativitas personel menjadi mandek dan tidak berkembang.
Sementara, karakter band dengan front-man juga khas. Mereka biasanya menuliskan nama personel yang mencipta lagu atau yang membuat lirik. Biasanya, "lulus" tidaknya lagu atau karya yang dibuat personel bisa ditentukan oleh frontman tadi. Meskipun kelihatannya bagus (menurut personel lain) sang frontman bisa tidak meloloskan lagunya untuk dinyanyikan. Bila hingga kondisi ini, sangat dikhawatirka kreativitas personel menjadi mandek dan tidak berkembang.
Sang FrontMan juga bisa melakukan tindakan "pemecatan" personel lain yang tidak perform, tidak konsisten atau tindakan lain yang merugikan band-nya.
Kadang, karena merasa dirinya menjadi pimpinan, sang Frontman bertindak sesuai keinginannya sendiri dan tanpa membicarakan dahulu kepada personel lain. Bila diri sang frontman sedang tidak mood berkarya, band menjadi stag karena semua personel menunggu komando.
Akibat positif dan negatif dari kedua karakter band ini pasti ada. Namun yang tidak kalah penting adalah adanya pihak yang berada "diatas" kedua bentuk karakter ini. Seperti penasehat "spiritual". Jika terjadi hal yang membuat band bubar, mereka secara bersamaan atau via frontmannya berkonsultasi hingga menemukan solusi yang baik dan band bisa berkarya lagi. So, ingin membentuk band dengan "sama rata sama rata" atau tanpa front man itu baik. Dengan adanya front man juga baik, tinggal bagaimana para personel membuat kesepakatan yang baik untuk kelangsungan band dan tidak mengedepankan faktor emosional sesaat. [lyz/foto:istimewa]